Pada tanggal 31 Januari 2011, KWI telah mempromulgasikan Tata Perayaan Perkawinan (TPP) yang baru, dan diberlakukan secara ad experimentum. Buku ini didasarkan pada Ordo Celebrandi Matrimonium yang terakhir diperbarui tahun 1991, sekaligus merupakan revisi atas buku Upacara Perkawinan yang dulu diterbitkan PWI-Liturgi (sekarang Komisi Liturgi KWI) pada tahun 1976.
Dalam TPP baru ini terdapat banyak hal yang nampaknya berbeda dengan buku perkawinan yang biasa kita ikuti, misalnya doa berkat atas mempelai, yang lazimnya dilakukan setelah penerimaan perkawinan, dalam TPP yang baru ini dilakukan sesudah Bapa Kami, menggantikan embolisme. Ada juga yang tampaknya baru, seperti penerimaan cincin yang memuat kata-kata "Dalam nama Bapa dan Putra dan Roh Kudus", yang sesungguhnya sudah ada pada ritus perkawinan menurut forma ekstraordinaria (Ritus Tridentine). Selain itu bahasa yang digunakan juga lebih indah, lebih sederhana namun lebih mengena sehingga tidak ada kesan bertele-tele.
Tulisan ini dimaksudkan untuk membantu Anda, atau keluarga Anda, yang akan menikah untuk mempersiapkan liturgi perkawinan bersama pastor. Disajikan pula tips-tips, baik sesuai yang dianjurkan buku TPP maupun berdasar pengalaman pribadi, agar persiapan dan pelaksanaan liturgi perkawinan dapat berjalan dengan lancar, benar, khidmat, dan agung.
PERSIAPAN
LITURGI PERKAWINAN
Mempelai
- Dalam mempersiapkan liturgi perkawinan, tentu diandaikan bahwa pasangan yang hendak menikah telah memenuhi syarat-syarat untuk dilangsungkannya sebuah perkawinan katolik.
- Persiapan liturgi perkawinan dilakukan oleh kedua calon mempelai bersama Pastor pendamping atau Pastor yang akan memimpin perayaan perkawinan.
- Menjelang perayaan Perkawinan hendaklah kedua calon mempelai mempersiapkan diri dengan perayaan Sakramen Tobat, dan bila dianggap perlu sesudah itu mereka mengadakan latihan untuk liturgi perkawinannya bersama imam, para saksi dan orang tua (TPP 47).
- Mempelai sebaiknya tidak membacakan doa umat atau membaca salah satu bacaan, sebab bagi merekalah Sabda Tuhan diarahkan. Demikian juga mereka sebaiknya tidak tampil sebagai penyanyi (TPP 48, 90).
- Mempelai justru dianjurkan untuk membawa dan menghantarkan sendiri bahan persembahan roti dan anggur menuju altar untuk diserahkan kepada Imam (TPP 49).
- Pelaksanaan komuni dua rupa dengan cara menerima Tubuh Kristus dan meminum Darah Kristus dari piala, namun tidak saling menyuapkan (TPP 50). Cara lain yang disetujui adalah menerima Hosti yang sudah dicelupkan ke dalam piala, dari tangan Imam dan diterima langsung di lidah.
Penentuan hari perkawinan
- Dalam menentukan tanggal perkawinan, kedua mempelai wajib bersepakat dengan Imam yang akan memimpin perayaan. Persepakatan ini dengan memperhatikan lowongnya gereja dari kegiatan liturgi lainnya.
- Sangat disarankan bagi pasangan yang hendak menikah agar memastikan kesediaan Imam dan lowongnya gereja pada tanggal dan jam yang dikehendaki, sebelum menentukan waktu perayaan lainnya (resepsi, upacara adat, dll).
- Misa ritual “Missa pro sponsis” khusus untuk perkawinan (Misa bagi Mempelai), dengan doa-doa dan bacaan-bacaan bertema perkawinan dapat diadakan pada hari biasa.
- Bila perkawinan dirayakan pada hari-hari liturgi kelas satu (Natal, Paskah, masing-masing dengan oktafnya, Pentakosta, Tri Hari Suci Paskah, Penampakan Tuhan, Kenaikan Tuhan, Tritunggal Kudus, Tubuh dan Darah Kristus, Hati Yesus, Kristus Raja, Maria Dikandung Tanpa Dosa dan Maria Diangkat ke Surga), maka dipakai Misa hari yang bersangkutan lengkap dengan bacaan-bacaannya. Yang dipertahankan adalah Berkat untuk Mempelai dan seraya melihat situasi dapat memakai rumus khusus berkat pada akhir Misa (TPP 34).
- Bila dirayakan pada Masa Natal atau pada hari Minggu sepanjang tahun dengan kehadiran umat paroki, maka dipakai rumus Misa Hari Minggu yang bersangkutan. Akan tetapi pada minggu-minggu ini salah satu bacaan dapat diambil dari yang disediakan untuk perayaan perkawinan. (TPP 35).
- Perayaan Perkawinan dapat pula diadakan pada Masa Adven dan Prapaskah dengan mempertimbangkan semangat tobat pada masa itu, sehingga tidak perlu mengadakannya dalam suasana kemeriahan yang berlebihan baik di dalam perayaan liturgis maupun di luar perayaan liturgis (TPP 71).
- Menjadi jelas, bahwa Liturgi Perkawinan yang diadakan pada hari biasa menggunakan rumus Misa bagi Mempelai, sedangkan yang diadakan pada hari Minggu menggunakan rumus Misa hari Minggu yang bersangkutan (dengan pengecualian tertentu pada Masa Natal dan Minggu Biasa).
- Yang dimaksud dengan rumus Misa adalah menyangkut doa pembuka, doa persiapan persembahan, doa sesudah komuni, bacaan-bacaan, mazmur tanggapan, antifon/nyanyian, doa umat, prefasi, dan berkat penutup.
- Dengan demikian, bila Liturgi Perkawinan dilangsungkan pada hari Minggu, mempelai dan keluarganya beserta umat yang hadir memenuhi kewajiban menghadiri Misa Minggu.
Buku panduan (bila diperlukan)
- Buku panduan dibuat sendiri oleh mempelai (atau pihak paroki). Semua isi doa dan bacaan harus mengacu kepada buku Tata Perayaan Perkawinan yang baru.
- Draft buku panduan harus dimintakan persetujuan Imam yang akan memimpin perayaan termasuk lagu-lagunya, sebelum diperbanyak. Sangat disarankan agar mempelai memilih sendiri bacaan-bacaan dari daftar pilihan yang sudah disediakan.
Petugas perkawinan
- Mazmur tanggapan dan Bait Pengantar Injil dibawakan dari mimbar atau tempat lain yang cocok (TPP 58).
- Petugas Koor, Misdinar dan Lektor disesuaikan dengan kebijakan paroki masing-masing. Bila Lektor hendak dipilih dari keluarga mempelai, harus dipastikan bahwa yang bersangkutan mempersiapkan diri dengan baik, karena dalam Liturgi Sabda, Lektor bertindak sebagai "jurubicara Allah."
- Bila tidak ada petugas koor, Lektor membacakan antifon pembuka ketika perarakan masuk dan antifon komuni ketika Imam menyambut Tubuh dan Darah Kristus.
PELAKSANAAN
LITURGI PERKAWINAN
- Secara garis besar, TPP yang baru ini mengalami banyak perbaikan dalam hal bahasa yang lebih indah dan mudah dipahami, dan tentu saja semakin selaras dengan ajaran dan tradisi Gereja Katolik.
- Beberapa bagian tampak baru walaupun lama (karena sudah tercantum dalam buku sebelumnya atau yang lebih tua).
- Beberapa bagian lainnya merupakan penegasan dari apa yang termuat dalam Tata Perayaan Ekaristi. Hal ini untuk menghapus anggapan banyak orang bahwa seolah-olah Misa perkawinan berbeda dengan Misa pada umumnya sehingga ketentuannya pun berbeda. Tentu hal ini tidak benar. Maka tepatlah bahasa yang dipakai oleh buku baru ini, yakni Tata Perayaan Perkawinan dalam Misa.
- Perkawinan antara seorang katolik dengan seorang kristiani non-katolik atau agama lain biasanya dilakukan dengan TPP dalam PERAYAAN SABDA dengan penyesuaian-penyesuaian tergantung situasi yang ditentukan oleh Imam/Diakon pemimpin perayaan.
Ya, tetapi di dalam kenyataannya, ada beberapa pastor paroki yang masih kompromi dengan menggunakan tata cara lama - dengan dalih: belum biasa. Padahal sudah seharusnya pastor yang menyemangati umat agar menyesuaikan dengan yang sudah diatur. Bukankah liturgi memang bukan soal rasa? Bagaimana kita menyikapi hal-hal macam begini?
BalasHapusSalam,
Sandro msc